Sejarah kesenian kacapi cianjuran,Kacapi cianjuran adalah alat musik tradisional Sunda yang berasal dari daerah Sunda, Jawa Barat, Indonesia. Alat musik ini biasanya digunakan sebagai pengiring dalam pertunjukan seni dan budaya Sunda, terutama dalam seni pertunjukan wayang golek, tari tradisional, dan bernyanyi. Sejarah kacapi cianjuran mencerminkan perkembangan seni dan budaya masyarakat Sunda seiring waktu.
Asal Usul Kacapi Cianjuran:
Kacapi: Kacapi adalah jenis alat musik petik yang sudah ada sejak zaman kerajaan Sunda. Awalnya, kacapi digunakan sebagai alat musik pengiring dalam pertunjukan wayang golek, salah satu bentuk seni tradisional Sunda.
Sejarah kesenian kacapi cianjuran |
Cianjuran: Istilah "cianjuran" merujuk pada suatu jenis nyanyian atau gaya vokal dalam seni musik Sunda. Cianjuran biasanya dinyanyikan dengan lirik berbahasa Sunda yang indah dan mendalam. Kombinasi antara alat musik kacapi dan gaya vokal cianjuran menghasilkan kesenian yang khas dan memukau.
Perkembangan dan Pengaruh:
Seiring berjalannya waktu, kacapi cianjuran mengalami perkembangan dalam teknik bermain dan gaya musiknya. Para seniman dan pemusik tradisional Sunda terus memperkaya repertoar kacapi cianjuran dengan memadukan unsur-unsur musik tradisional Sunda dengan elemen-elemen musik modern.
Baca Juga :
Gedung Kesenian Miss Tjitjih dan Sejarah nya
Kesenian kacapi cianjuran juga mempengaruhi seni pertunjukan lainnya di Indonesia. Penggunaan kacapi cianjuran dalam rekaman musik modern dan kolaborasi dengan seniman-seniman dari berbagai genre musik menciptakan karya-karya yang unik dan menarik.
Pemertahanan dan Pelestarian:
Seiring dengan modernisasi dan globalisasi, kesenian tradisional seperti kacapi cianjuran perlu dilestarikan agar tidak punah. Banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan komunitas seniman untuk mempromosikan, melestarikan, dan mengajarkan kesenian kacapi cianjuran kepada generasi muda melalui pendidikan formal maupun kegiatan-kegiatan seni dan budaya.
Penting untuk memahami dan menghargai sejarah kesenian kacapi cianjuran serta mengakui peranannya dalam melestarikan warisan budaya Sunda dan Indonesia secara keseluruhan.
Sejarah kesenian kacapi cianjuran |
Tembang Sunda Cianjuran, sebuah warisan seni yang berakar di Pendopo Kabupaten Cianjur, lahir berkat inspirasi dari seorang pemimpin bijaksana, Raden Aria Adipati Kusumahningrat (R.A.A. Kusumahningrat), yang menjabat sebagai Bupati Cianjur ke VIII dari tahun 1834 hingga 1864 (Sukanda dkk, 2016: 22). Beliau yang dihormati dengan gelar Kanjeng Dalem Pancaniti sering menghabiskan waktu di ruangan bernama Pancaniti, tempat di mana ia beristirahat, bersemedi, serta berkarya dan berkreasi bersama para seniman lokal.
Dari ruangan Pancaniti inilah Dalem Pancaniti menciptakan sebuah seni yang luhur, sekarang dikenal sebagai seni Cianjuran. Tembang Sunda Cianjuran memiliki enam wanda atau kelompok lagu, masing-masing terpengaruh oleh berbagai tradisi seni sebelumnya, yaitu:
Papantunan
Kelompok ini terinspirasi oleh seni pantun, dengan menggunakan laras pelog degung dan nada dominan pada nada 2 (mi) dan 5 (la).
Jejemplangan
Baca Juga :
kesenian yang menjadi ciri suku jawa
Wisata Cianjur Sejarah situs Benteng Tanah
Jenis kelompok ini juga dipengaruhi oleh seni pantun, menggunakan laras pelog degung dan nada dominan pada nada 1 (da) dan 4 (ti), dikenal juga dengan sebutan Pantun Barang.
Dedegungan
Dipengaruhi oleh seni degung, kelompok ini menggunakan laras pelog degung dengan nada dominan pada nada 2 (mi), 3 (na), dan 5 (la), dan sering dimainkan pada nada-nada tinggi.
Dengan demikian, Tembang Sunda Cianjuran tidak hanya sebuah seni, tetapi juga merupakan warisan budaya yang menggambarkan kebijaksanaan dan kreativitas dari seorang pemimpin yang memelihara dan memajukan seni tradisional dalam masyarakatnya.
Tembang Sunda Cianjuran memiliki enam wanda atau kelompok lagu, di antaranya:
Rarancagan
Dipengaruhi oleh wawacan atau tembang rancag; sebagian besar lagunya mengikuti pola Pupuh Kinanti, Sinom, Asmarandana, Dangdanggula (KSAD); menggunakan laras pelog degung, sorog, salendro, mandalungan, dan wisaya. Wanda ini memiliki jumlah lagu yang paling banyak dibandingkan dengan wanda lainnya.
Kakawén
Dipengaruhi oleh seni wayang golek purwa; menggunakan laras pelog degung, sorog, dan salendro; ciri khasnya adalah penggunaan bahasa Kawi dalam syairnya.
Baca Juga :
Tempat Wisata Terbaru di Cianjur Kampung Pandan Wangi yang Asri
Tempat Wisata Cipanas Puncak Cianjur Kekinian sevillage
Panambih
Wanda terakhir ini dipengaruhi oleh kawih dan kepesindenan; menggunakan laras pelog degung, sorog, salendro, mandalungan, dan wisaya; biasanya dibawakan setelah lagu pokok sebagai pelengkap sajian.
Dari keenam wanda tersebut, lima di antaranya memiliki sifat sekar irama merdika atau bebas ketukan (free metrum), yaitu papantunan, jejemplangan, dedegungan, rarancagan, dan kakawén. Sedangkan wanda panambih bersifat sekar tandak atau terikat ketukan.
Pada awal perkembangannya, Tembang Sunda Cianjuran dinyanyikan secara solo vokal tanpa iringan alat musik. Namun, seiring berjalannya waktu, seni ini mengalami perkembangan dengan penambahan beberapa instrumen pengiring, seperti kacapi indung, suling, kacapi rincik, kacapi kenit, rebab, dan juga biola.