Sejarah Awal Berdiri Kerajaan Padjajaran

Sejarah Awal Berdiri Kerajaan Padjajaran - Pakuan Pajajaran atau Pakuan (Pakwan) atau Pajajaran adalah ibu kota Kerajaan Sunda Galuh yang pernah berdiri pada tahun 1030-1579 M di wilayah barat pulau Jawa. Lokasinya berada di wilayah Bogor, Jawa Barat sekarang.

Sejarah Awal Berdiri Kerajaan Padjajaran
Sejarah Awal Berdiri Kerajaan Padjajaran


Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan Hindu yang diperkirakan beribukotanya di Pakuan (Bogor) di Jawa Barat. Dalam naskah-naskah kuno nusantara, kerajaan ini sering pula disebut dengan nama Negeri Sunda, Pasundan, atau berdasarkan nama ibukotanya yaitu Pakuan Pajajaran. Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti yang disebutkan dalam prasasti Sanghyang Tapak.


Asal-usul dan arti Pakuan terdapat dalam berbagai sumber. Di bawah ini adalah hasil penelusuran dari sumber-sumber tersebut berdasarkan urutan waktu:


Naskah Carita Waruga Guru (1750-an). Dalam naskah berbahasa Sunda Kuna ini diterangkan bahwa nama Pakuan Pajajaran didasarkan bahwa di lokasi tersebut banyak terdapat pohon Pakujajar.


K.F. Holle (1869). Dalam tulisan berjudul De Batoe Toelis te Buitenzorg (Batutulis di Bogor), Holle menyebutkan bahwa di dekat Kota Bogor terdapat kampung bernama Cipaku, beserta sungai yang memiliki nama yang sama. Di sana banyak ditemukan pohon paku. Jadi menurut Holle, nama Pakuan ada kaitannya dengan kehadiran Cipaku dan pohon paku. Pakuan Pajajaran berarti pohon paku yang berjajar ("op rijen staande pakoe bomen").


G.P. Rouffaer (1919) dalam Encyclopedie van Niederlandsch Indie edisi Stibbe tahun 1919. Pakuan mengandung pengertian "paku", akan tetapi harus diartikan "paku jagat" (spijker der wereld) yang melambangkan pribadi raja seperti pada gelar Paku Buwono dan Paku Alam. "Pakuan" menurut Fouffaer setara dengan "Maharaja". Kata "Pajajaran" diartikan sebagai "berdiri sejajar" atau "imbangan" (evenknie). Yang dimaksudkan Rouffaer adalah berdiri sejajar atau seimbang dengan Majapahit. Sekalipun Rouffaer tidak merangkumkan arti Pakuan Pajajaran, namun dari uraiannya dapat disimpulkan bahwa Pakuan Pajajaran menurut pendapatnya berarti "Maharaja yang berdiri sejajar atau seimbang dengan (Maharaja) Majapahit". Ia sependapat dengan Hoesein Djajaningrat (1913) bahwa Pakuan Pajajaran didirikan tahun 1433.


R. Ng. Poerbatjaraka (1921). Dalam tulisan De Batoe-Toelis bij Buitenzorg (Batutulis dekat Bogor) ia menjelaskan bahwa kata "Pakuan" mestinya berasal dari bahasa Jawa kuno "pakwwan" yang kemudian dieja "pakwan" (satu "w", ini tertulis pada Prasasti Batutulis). Dalam lidah orang Sunda kata itu akan diucapkan "pakuan". Kata "pakwan" berarti kemah atau istana. Jadi, Pakuan Pajajaran, menurut Poerbatjaraka, berarti "istana yang berjajar"(aanrijen staande hoven).


H. ten Dam (1957). Sebagai seorang pakar pertanian, Ten Dam ingin meneliti kehidupan sosial-ekonomi petani Jawa Barat dengan pendekatan awal segi perkembangan sejarah. Dalam tulisannya, Verkenningen Rondom Padjadjaran (Pengenalan sekitar Pajajaran), pengertian "Pakuan" ada hubungannya dengan "lingga" (tonggak) batu yang terpancang di sebelah prasasti Batutulis sebagai tanda kekuasaan. Ia mengingatkan bahwa dalam Carita Parahyangan disebut-sebut tokoh Sang Haluwesi dan Sang Susuktunggal yang dianggapnya masih mempunyai pengertian "paku".


Berdasarkan alur Sejarah Galuh, Kerajaan Pajajaran berdiri setelah Wastu Kancana wafat tahun 1475. Kenapa demikian? Karena sepeninggal Rahyang Wastu Kencana kerajaan Galuh dipecah dua diantara Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam kedudukan sederajat. Pajajaran atau Pakuan Pajajaran beribukota di Pakuan (Bogor) di bawah kekuasan Prabu Susuktunggal (Sang Haliwungan) dan Kerajaan Galuh yang meliputi Parahyangan tetap berpusat di Kawali di bawah kekuasaan Dewa Niskala (Ningrat Kancana). Oleh sebab itu pula Prabu Susuk Tunggal dan Dewa Niskala tidak mendapat gelar “Prabu Siliwangi”, karena kekuasan keduanya tidak meliputi seluruh tanah Pasundan sebagaimana kekuasan Prabu Wangi dan Rahyang Wastu Kancana (Prabu Siliwangi I).


Cikal Bakal Kerajaan Pajajaran

Sejarah Awal Berdiri Kerajaan Padjajaran
Sejarah Awal Berdiri Kerajaan Padjajaran


Sejarah kerajaan ini tidak dapat terlepas dari kerajaan-kerajaan pendahulunya di daerah Jawa Barat, yaitu Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh, dan Kawali. Hal ini karena pemerintahan Kerajaan Pajajaran merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan tersebut. Dari catatan-catatan sejarah yang ada, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini; antara lain mengenai ibukota Pajajaran yaitu Pakuan. Mengenai raja-raja Kerajaan Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara naskah-naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan, dan Carita Waruga Guru.


Selain naskah-naskah babad, Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak peninggalan dari masa lalu, seperti:


    1. Prasasti Batu Tulis, Bogor

    2. Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi

    3. Prasasti Kawali, Ciamis

    4. Tugu Perjanjian Portugis (padraõ), Kampung Tugu, Jakarta

    5. Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor.


Daftar raja Pajajaran :


    1. Prabu Susuktunggal (1475-1482)

    2. Jaya Dewata / Prabu Siliwangi II (1482 – 1521)

    3. Surawisesa (1521 – 1535)

    4. Ratu Dewata (1535 – 1543)

    5. Ratu Sakti (1543 – 1551)

    6. Raga Mulya (1567 – 1579)


Keruntuhan


Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya jaman Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.

Baca Juga :

Sejarah Berdiri Kota Gorontalo

Pelajari Warisan Budaya Jawa Tengah di Museum Ranggawarsita

Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik agar di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru, dan menandakan Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Pajajaran yang sah karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi II). Palangka Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surasowan di Banten. Orang Banten menyebutnya Watu Gigilang, berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.


Saat itu diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan kraton lalu menetap di wilayah yang mereka namakan Cibeo Lebak Banten. Mereka menerapkan tata cara kehidupan lama yang ketat, dan sekarang mereka dikenal sebagai orang Baduy.


Di bawah ini adalah urutan raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati, yang berjumlah 14 orang :


Raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati


1 Darmaraja 1042-1065


2 Langlangbumi 1065-1155


3 Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur 1155-1157


4 Darmakusuma 1157-1175


5 Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu 1175-1297


6 Ragasuci 1297-1303


7 Citraganda 1303-1311


8 Prabu Linggadéwata 1311-1333


9 Prabu Ajiguna Linggawisésa 1333-1340 (menantu no. 8)


10 Prabu Ragamulya Luhurprabawa 1340-1350


11 Prabu Maharaja Linggabuanawisésa 1350-1357 (tewas dalam Perang Bubat)


12 Prabu Bunisora 1357-1371 (paman no. 13)


13 Prabu Niskala Wastu Kancana 1371-1475 (anak no. 11)


14 Prabu Susuktunggal 1475-1482


Penyatuan kembali Sunda-Galuh


Saat Wastu Kancana wafat, kerajaan sempat kembali terpecah dua dalam pemerintahan anak-anaknya, yaitu Susuktunggal yang berkuasa di Pakuan (Sunda) dan Dewa Niskala yang berkuasa di Kawali (Galuh).


Sri Baduga Maharaja (1482-1521) yang merupakan anak Dewa Niskala sekaligus menantu Susuktunggal menyatukan kembali Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.

Baca Juga :

Asal-usul Pancoran cerita dari DKI Jakarta

Sejarah Singkat awal Tanah Sunda

Setelah runtuhnya Sunda Galuh oleh Kesultanan Banten, bekas kerajaan ini banyak disebut sebagai Kerajaan Pajajaran.


sangat banyak sejarah yang masih belum terungkap seperti sejarah kerajaan PADJAJARAN ini di INDONESIA, semoga kita bisa lebih menggali lebih dalam lagi mengenai sejarah bangsa kita sendiri


Kay Xaveriuz

I AM JUST A CONTENT WRITER AND BLOGGER WHO LIKES TO SHARE THROUGH USEFUL WRITINGS

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak